KemurahanHati Alphonso Davies, Niat Berikan Pendapatan di Piala Dunia 2022 untuk Negara Sendiri. Penyerang Bayern Muenchen asal Polandia, Robert Lewandowski, melakukan selebrasi usai mencetak gol 4views, 0 likes, 0 loves, 0 comments, 0 shares, Facebook Watch Videos from Kang Awin: Cukuplah dunia dalam genggaman, dan akhirat di dalam hati. #tausiyah #motivasiislami #kelaskangawin Jadikanakhirat di hatimu. Maksud dari menjadikan Akhirat di hati seseorang ialah hati lebih tentram serta cinta terhadap amalan yang berguna bagi akhiratnya kelak (amal salih). Sungguh sifat tamak muncul karena sebab kecintaan serta keterkaitan hati seseorang terhadap suatu harta dunia. Oleh karena itulah Islam seakan mengajarkan untuk Sebuahlubang peluru bundar di dadanya Puisi Untuk Sekolahku Puisi sederhana ini untukmu Ku persembahkan untuk sekolahku Tempat sederhana di mana aku belajar mungkin, adikku, kerana itu kita begitu terdesak untuk setiap apa yang kita susun dari seawal remaja Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi Untukpuisi, Para penyair tidak merasa perlu memikirkan bait dan lirik dalam puisinya itu 28 Desember 2011 · Filed under kumpulan puisi untuk anak SD Betapa mulianya hati mu Dengan adanya puisi di atas, semoga kita tetap menjadi orang-orang yang cinta dan peduli dengan alam sekitar Aku suka mencoret-coret, merangkaikan kata menjadi tak Cukuplahdunia dalam genggaman, dan akhirat di dalam hati. #tausiyah #motivasiislami #kelaskangawin #kelasmentoringgratis 0Ejwp. Bagi saya, bagian berat dalam mencari pekerjaan adalah menjaga hati. Karena kalau 'sekedar' bolak-balik luar kota untuk ikut psikotest dan interview, fisik saya insyaAllah beda dengan hati yang suka kita ga sadari berubah arah haluan. Dalam kurun beberapa bulan ini, saya sibuk nyari kerja sana sini. Hasilnya kebanyakan nihil. Ya gapapalah, namanya juga belum rezeki, ucap saya waktu itu. Ucapan ini selalu berhasil saya lontarkan di tiap kegagalan cari kerja dan emang saya let it flow sesuatu berubah ketika saya mulai mempertanyakan "apa yang salah ya dari persiapan saya?". Karena saya kerap cek common mistakes saya dalam hal teknis CV, psikotest, interview, dan saya perbaiki kok. Pertanyaan tadi ga salah, namun ketika pertanyaan itu berubah menjadi rasa ketidakPDan, maka hati saya rasanya sempit tiba-tiba. Belum lagi saya disuguhkan liat teman-teman saya yang rasanya sudah/sedang menuju puncak kejayaan di hidupnya. Serius, hati saya jadi sesak. Pandangan saya jadi kosong utk beberapa muncul lah rasa minder saya. Pertanyaan seperti "nanti kalo gabisa punya rumah atau aset gono gini gimana, ga kayak si itu yg udah punya ini itu?" spt bisikan iblis. Pikiran saya kerap memotivasi saya utk jatuh. Hati saya makin sesak."There must be something wrong with me"Iya. Saya bilang gitu karena saya biasanya gak gitu. Ah, emang dasar aja yasudah, isenglah saya sliweran di Youtube, cari hiburan. Ya beberapa video lucu cukup menghibur saya, tapi tidak mengisi atau meluaskan hati saya yang sempit. Saya sadar hati saya sempit, makanya saya butuh motivation sengaja, saya ketemu videonya Ust. Oemar Mita judulnya "Tanda Anda Sudah Menjadi Budak Dunia". Instan, saya langsung klik! Sepertinya sudah naluri. Memang Allah ingin saya melihat video itu video itu, ust. Oemar Mita menyebutkan beberapa hal tanda seseorang menjadi budak dunia. Tapi saya langsung mendapat motivation sparks saya di poin pertama. Apa yang pertama? Yaitu ketika ibadah kita diniatkan semata-mata untuk mendapatkan dunia. Shalat kita mungkin tuma'ninah, tapi dalam hati sebetulnya ingin agar kita dapat segenggam dunia. Sedekah, tapi niat biar kaya. Puasa, biar dapet kerja. Berbuat baik, biar mudah dapet jodoh. Lalu, beliau menyebutkan sebuah ayat dalam Al-Quran, yang membuat Sahabat paling menangis ketika membacanya. Yaitu surat Hud ayat 15-16مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَيُبْخَسُونَ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ إِلاَّ النَّارَ وَحَبِطَ مَاصَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّاكَانُوا يَعْمَلُونَ"Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” Referensi Dari sini saya langsung mempelajari 2 hal. Pertama, ibadah saya. Saya coba cek ibadah saya, seperti shalat dan puasa ramadhan, apa jangan-jangan selama ini ibadah saya diniatkan cuma biar dapet kerja. Apa sedekah saya diniatkan agar saya dapat harta berlimpah ruah dan jodoh? Apa kebaikan saya selama ini saya niatkan agar Dia kasih keinginan dunia tentang akhir dari segalanya. Saya lupa, hidup ini bukan cuma tentang mencari pekerjaan, harta, jodoh, kekuasaan, harta, dll. Saya lupa bahwa ada kehidupan abadi, akhir dari dunia tapi awal dari segalanya. Saya lupa bahwa bumi ini kecil. Saya lupa kalo bumi dibanding langit pertama hanya seperti cincin di padang pasir. Kenapa saya jadi sefana ini?Akhirnya saya menyadari bahwa saya menaruh dunia ini di hati saya. Wajar hati saya jadi sempit. Padahal harusnya dunia ini hanyalah di genggaman tangan. Doa Abu Bakar “Jadikanlah kami kaum yang memegang dunia dengan tangan kami, bukan hati kami.” Dan doa sahabat Umar Al-Khattab “Ya Allah, tempatkanlah dunia dalam genggaman tangan kami dan jangan kau tempatkan ia di lubuk hati kami.” Sesusah mana pun seseorang itu menjalani kehidupan di dunia, dia mungkin masih juga memilih untuk terus berada di dunia. Jika diberikan pilihan dengan kematian saat ini juga, pasti rata-rata akan berfikir dua kali untuk memilih kematian. Kerana apa? Kerana mereka sudah disajikan dengan nikmat dunia – kebebasan bernafas, makanan yang lazat di dunia; bahkan ada yang dilimpahi kemewahan yang tiada tolok bandingnya dengan orang lain. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan berfikir – dunia ini hanyalah sementara. Dunia ini pinjaman daripadaNya. Segala apa yang kita nikmati hari ini hanyalah secebis jika dibandingkan dengan nikmat syurgaNya kelak. Apabila tiba saatnya untuk kita meninggalkan dunia ini, segala nikmat dan harta kemewahan yang kita miliki sebelum ini takkan kita bawa bersama. Yang ada hanyalah selembar kain kafan dan amal kita di dunia. Sesungguhnya dunia ini adalah jalan, akhirat itu matlamat dan tujuan yang sebenar-benarnya. Dunia ini hanyalah persinggahan sementara sebelum kita tiba di perkampungan akhirat. Tak salah untuk menghargai nikmat dunia selagi mana kita tahu dan tidak meminggirkan akhirat. Kerana apa? Kerana kita adalah khalifah di bumi Allah, dan kita ada tanggungjawab untuk menghadapi dunia dalam perjalanan menuju akhirat. Suatu hari Umar Al-Khattab berkunjung ke rumah Rasulullah Beliau mendapati Rasulullah Saw sedang berbaring di atas selembar tikar. Setelah masuk dan duduk di samping Rasulullah, Umar Al-Khattab tersedar bahawa tidak ada apa-apa yang menjadi alas tidur Rasulullah selain selembar tikar dan sehelai kain. Beliau mampu melihat dengan jelas bekasan tikar pada kulit tubuh Rasulullah. Umar Al-Khattab terus mengamati keadaan rumah Rasulullah Sangat sederhana. Di satu sudut rumah terdapat sebekas gandum. Di dindingnya tergantung selembar kulit yang sudah disamak. Umar menitiskan air mata melihatkan kesederhanaan manusia yang mulia itu. “Mengapa Engkau menangis wahai Ibnu Khattab?” Tanya Rasulullah. “Ya Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis melihat bekasan tikar di badanmu dan rumah yang hanya diisi barang-barang itu. Padahal Kisra dan Kaisar hidup dalam gelumang harta kemewahan. Engkau adalah Nabi Allah, manusia pilihan. Seharusnya engkau jauh lebih layak mendapatkan kemewahan yang lebih.” Lalu jawab Baginda, “Wahai Ibnu Khattab, apakah engkau tidak redha, kita mendapatkan akhirat, sedang mereka hanya mendapatkan dunia?” ***** Kita hanyalah musafir di dunia fana ini. Segala apa yang kita lakukan di dunia akan dipersoalkan di akhirat kelak. Hatta sekecil perbuatan membeli jarum sekalipun. Kita akan disoal dari mana datangnya wang yang kita gunakan untuk membeli jarum itu, dan apa tujuan jarum itu dibeli. Adakah digunakan ke arah kebaikan dan membawa manfaat untuk orang lain atau sebaliknya? Daripada Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Ambillah dari dunia ini apa yang halal untukmu, jangan kau lupakan bahagianmu dari dunia. Namun jadikanlah dunia itu berada di tanganmu saja, jangan kau jadikan berada di dalam hatimu. Ini yang terpenting.” Syarh Riyadhus Shalihin Pernah dengar kisah mengenai Mush’ab bin Umair? Seorang pemuda di zaman Rasulullah Beliau merupakan pemuda yang paling tampan dan kaya raya di kota Mekah. Namun, ketika Islam datang, beliau meninggalkan kemewahan dunianya demi kebahagiaan akhirat. Ibu dan ayah Mush’ab bertindak mengurung Mush’ab selama beberapa hari dengan harapan bahawa Mush’ab akan meninggalkan Islam. Namun usaha itu tidak sedikitpun melemahkan keyakinan Mush’ab terhadap Islam. Setelah beberapa hari hukuman itu tidak membuahkan hasil, akhirnya Mush’ab dibebaskan buat sementara waktu. Suatu hari Mush’ab melihat ibunya dalam keadaan pucat lesi, lalu beliau bertanyakan sebabnya. Kata ibunya, dia telah berniat di hadapan berhala untuk tidak makan dan minum sehingga Mush’ab meninggalkan Islam. Lalu jawab Mush’ab, “Wahai ibuku, andaikata ibu mempunyai seratus nyawa sekalipun, dan nyawa itu keluar satu persatu, nescaya aku tidak akan meninggalkan Islam sama sekali.” Lemah si ibu mendengarkan kata-kata anaknya. Dengan jawapan tersebut juga, Mush’ab dihalau keluar dari rumah ibunya. Maka Mush’ab pun tinggal bersama Rasulullah dan sahabat-sahabat yang serba daif ketika itu. Zubair bin al-Awwam mengatakan, “Suatu ketika Rasulullah sedang duduk dengan para sahabatnya di Masjid Quba, lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan kain burdah sejenis kain yang kasar yang tidak menutupi tubuhnya secara penuh. Mereka pun menunduk. Mush’ab mendekat dan mengucapkan salam. Mereka menjawab salamnya. Lalu Nabi memuji dan mengatakan hal yang baik-baik tentangnya. Dan beliau bersabda, “Sungguh aku melihat Mush’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah, mereka memuliakannya dan memberinya pelbagai kesenangan dan kenikmatan. Tidak ada pemuda Quraisy yang sama dengan dirinya. Dan dia meninggalkan kenikmatan itu demi cintanya kepada Allah dan RasulNya”.” Hadith Riwayat Hakim Tak salah untuk kita menikmati kemewahan dan nikmat dunia. Kerana itu semua adalah rezeki daripada Allah kepada hamba-hambanya yang berusaha. Namun, seimbangkan dan berkatkan rezeki yang diperolehi itu ke jalan Allah. Seimbangkan antara nikmat dunia dan persiapan kita dalam menghadapi alam akhirat. Ada orang, mereka tidak mahu hidup dalam kemewahan yang melampau, kerana bimbang mereka akan lupa diri. Ada orang, mereka mahu Allah berikan nikmat kemewahan, supaya mereka mampu mengecapinya dengan nikmat memberi. Kita? Bergantung kepada diri kita sendiri, yang mana mahu kita pilih, selagi kita berada betul di landasan redhaNya. Imam Ali pernah berkata, “Kuasai dunia dan pimpinlah dia. Letakkan dia di tanganmu tapi jangan menyimpannya di hatimu.” Mereka yang meletakkan dunia di hati akan mudah merasa kehilangan. Jika hartanya diuji dengan berkurang sedikit, mereka akan mula merasa kerugian. Mereka akan menjadi orang-orang yang sayangkan harta kebendaan dan sukar untuk berkongsi sesama manusia meskipun hal itu membawa kerberkatan padanya. Mereka akan merasa tidak tenang kerana takut harta mereka hilang atau berkurang. Seterusnya, mereka akan sentiasa dihimpit rasa takut untuk menghadapi kematian. Belajar untuk meletakkan dunia di tangan dan bukannya di hati. Kerana sampai satu saat, kita akan terpaksa melepaskan apa yang tergenggam di tangan. Sematkan akhirat di hati, kerana walau sebesar dan senikmat mana pun dunia ini, kita tetap takkan mampu mengetepikan hakikat akhirat. Maklumat Penulis Artikel ini ditulis oleh Nurul Azzianie binti Ahmad Zamri. Berasal dari Kelantan. Masih lagi belajar. Berminat menulis artikel? Anda inginkan supaya hasil penulisan anda diterbitkan dalam website iluvislam? Klik sini. Oleh Ummu Afif aktivis muslimah di Malang Raya"Jadikan akhirat di hatimu, dunia di tanganmu dan kematian di pelupuk matamu" Imam Syafi'iNasihat ini mengingatkan kita untuk membuat prioritas yang tepat. Masing-masing urusan hendaklah dilakukan sesuai dengan kepentingannya. Mana diantara semua urusan yang akan membawa dampak sementara, dan mana yang akibatnya berlangsung selamanya. Pada setiap perbuatan yang dilakukan, haruslah dipikir dengan baik dengan sungguh-sungguh memperhatikan segala dunia ibaratnya hanya sekejap mata. Ia akan punah bila tiba masanya. Seperti halnya manusia tidak ada yang hidup abadi. Ia akan mati dan dikubur dalam tanah. Kembali pada Sang Pencipta. Setelah kematian, memang urusan manusia di dunia telah selesai, tidak bisa lagi mencampuri mereka yang masih hidup. Namun, tidak lantas berhenti tanpa ada kelanjutannya. Ada kehidupan baru setelah kematian, yakni akhirat. Dan inilah kehidupan yang kekal dari itu, bijaklah dalam mengambil sikap selama di dunia. Berhati-hati dalam berbuat merupakan pilihan yang cerdas. Karena setiap perbuatan di dunia akan menentukan kehidupan di akhirat perlu terpukau dengan kehidupan dunia. Kilaunya memang begitu menggoda untuk dimiliki. Tidak menafikan bahwa manusia membutuhkan apa yang dunia sediakan. Selayaknya manusia hidup membutuhkan materi. Kebutuhan akan sandang, pangan dan papan adalah dasar bagi setiap manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Harus dicukupi. Tidak ingin memiliki banyak harta, tahta, dan cinta sebagai wujud manusiawinya. Itu wajar. Terlebih di saat dunia menawarkan begitu banyak pesonanya. Seolah menarik-narik untuk mengambil semuanya. Ambillah dunia hanya secukupnya saja. Sekadar untuk menegakkan punggung agar bisa terus beribadah kepadaNya. Jangan sampai kita terlalu fokus pada dunia hingga melupakan kehidupan yang kekal di sana nanti. Hilangkan anggapan bahwa dunia segala-galanya, betapapun ia amat menggiurkan. Semua yang ada di dunia hanyalah sementara, akan binasa dunia menghampiri, jangan menolaknya. Pun jika dunia pergi jangan terlalu merana. Sebagaimana kita mengenggam sesuatu di tangan. Setiap saat bisa terlepas. Tak perlu bersedih bila apa yang sekarang ada dalam dekapan kita, hilang atau beralih kepada yang lainnya. Karena sejatinya bukanlah kita yang berkuasa memiliki untuk adalah tempat manusia menanam amal dan akhirat menjadi tempat memanen atas semua yang telah dilakukan. Menjadikan dunia sebagai tempat untuk mencari bekal sebanyak mungkin merupakan sesuatu yang harus selalu dalam ingatan. Berbagai kenikmatan yang didapat di dunia hendaknya menjadi sarana untuk beribadah kepada Allah. Mensyukuri nikmat dunia dengan memacu diri kita untuk semakin taat pada Sang Khaliq. Firman Allah dalam Al-Qashash 77“Dan carilah negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu. Tetapi janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia…”Seindah apapun dunia tetaplah bahwa manusia bagaikan seorang musafir yang berteduh di bawah pohon. Beristirahat sejenak, kemudian pergi meninggalkanya. Dan selanjutnya kembali ke kampung akhirat. Senyaman apapun dunia, ingatlah bahwa itu tak berlangsung selamanya. Dunia adalah jembatan menuju akhirat. Sebagus apapun jembatan, adakah yang mau menempatinya? Jembatan tempat berlalu-lalangnya orang. Di situlah hilir mudik beragam manusia dengan segala problemanya. Tak ada privasi. Sungguh tak nyaman, bila memiliki rumah semacam itu. Karena itu, amat tak layak menjadikan dunia sebagai tempat tinggal yang kekal. Dan yang tepat adalah kita jadikan dunia sebagai sarana dalam menempuh apapun dunia, manusia akan jadi orang asing di dalamnya. Tak berhak mengakui sebagai pemiliknya. Semua yang di sana, bukanlah kepunyaan manusia. Karena apa yang ada di dunia, termasuk manusia itu sendiri, adalah berasal dari Allah dan hanya kepadaNya pula manusia kembali. Seindah apapun dunia tetaplah lebih jelek daripada bangkai anak kambing yang cacat. Dan ia tak lebih berharga dari sehelai sayap nyamuk. Karena itulah, jangan terlalu cinta dan kagum pada dunia, sehingga melupakan Akhirat yang Allah dalam Al-An'am 32 yang Artinya “Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri Akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang- orang yang bertakwa. Tidaklah kamu mengerti?”Kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan tidak kekal. Janganlah terperdaya dengan berbagai kesenangan dunia, serta lalai dari memperhatikan urusan akhirat berupa ketaatan dan hal-hal yang membantunya. Bagi mereka yang bertakwa, maka surga jauh lebih baik dibanding dunia fana. Karena di surga terdapat apa yang mereka inginkan dan kenikmatan apapun serta penuh dengan kegembiraan. Dan itu semua kekal adalah pasti. Dalam setiap detik, menit, jam, hari semua dalam perjalanan menuju kematian. Yang mana, tak seorang pun yang tahu kapan ajal datang. Karena itulah persiapkan diri kita sebaik mungkin menuju sesuatu yang kekal selamanya kelak. Berletih-letihlah untuk urusan akhirat kita, agar tidak menyesal di kemudian mengapa para Rosul, sahabat, ulama menghabiskan waktunya untuk mencari ilmu dan mengajarkanya? Mengapa para Mujahid begitu gembira dengan seruan jihad, bahkan menyambut kematian?Jawabanya adalah karena menjadikan akhirat dalam hatinya. Akhirat-lah yang menjadi fokus. Di sana adalah tempat tinggal yang saatnya manusia sadar dan berbenah. Mengupayakan dengan dakwah amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat. Agar kita punya hujah di hadapan Allah ketika sudah kembali di alam bish-shawab.